
Hai Nontonyo Squad! Pernah dengar soal Kennedy Center Honors? Itu lho, salah satu penghargaan paling bergengsi di Amerika yang merayakan para seniman hebat dari berbagai bidang, mulai dari musik, film, teater, sampai tari. Biasanya, acara ini identik dengan gemerlap bintang dan pujian tulus atas kontribusi mereka pada dunia seni.
Tapi belakangan ini, ada angin lain yang bertiup kencang di balik panggung Kennedy Center Honors. Sebuah kabar dari Vox bahkan menyebutkan kalau acara penghargaan ini "terus melanjutkan balas dendam Trump pada Hollywood yang liberal." Wah, kok bisa ya? Apakah panggung seni sebergengsi ini ikut terseret dalam drama politik?
Ketika Seni Bertemu Politik
Judul artikel dari Vox tadi memang cukup provokatif, ya. Intinya, ada pandangan yang menyebutkan bahwa Kennedy Center Honors, terutama di era setelah pemerintahan Trump, seolah menjadi cerminan dari ketegangan politik yang sudah lama memanas antara kubu konservatif (pendukung Trump atau MAGA) dan industri hiburan Hollywood yang sering diasosiasikan dengan pandangan liberal.
Sebelumnya, Kennedy Center Honors selalu menjadi momen di mana Presiden AS turut hadir dan memberikan apresiasi secara langsung. Namun, sejak masa pemerintahan Trump, ada perubahan yang cukup mencolok. Trump sendiri sempat beberapa kali tidak menghadiri acara ini, bahkan memicu boikot dari beberapa penerima penghargaan yang menolak dihormati olehnya. Ini menciptakan jarak yang jelas antara Gedung Putih dan dunia hiburan, yang mana banyak seniman Hollywood secara terbuka menyuarakan kritik terhadap kebijakan atau sosok Trump.
Nah, istilah "balas dendam Trump" atau "politik kebencian MAGA" (MAGA’s politics of resentment) ini merujuk pada sebuah narasi yang berkembang. Yaitu, anggapan bahwa kubu konservatif merasa "diserang" atau tidak dihargai oleh kaum elite, termasuk dari Hollywood. Mereka melihat Hollywood sebagai sarang liberal yang jauh dari nilai-nilai "Amerika asli." Maka, setiap kesempatan untuk menunjukkan ketidaksetujuan atau bahkan "menghukum" kelompok ini (misalnya dengan menarik dukungan, atau bahkan merayakan tokoh-tokoh yang dianggap menentang arus utama Hollywood) bisa diinterpretasikan sebagai bagian dari "balas dendam" tersebut.
Apa Dampaknya Bagi Dunia Seni?
Tentu saja, situasi ini menimbulkan banyak pertanyaan. Harusnya, seni itu bersifat universal, melampaui sekat-sekat politik. Tapi ketika acara sekelas Kennedy Center Honors pun terkesan dipolitisasi, atau setidaknya dipersepsikan demikian, apa dampaknya bagi para seniman dan penikmat seni?
- **Potensi Polarisasi:** Penghargaan yang seharusnya menyatukan, kini malah berpotensi membelah penonton dan bahkan para seniman itu sendiri berdasarkan afiliasi politik.
- **Fokus Bergeser:** Diskusi tentang kualitas karya seni atau kontribusi budaya bisa tergeser oleh perdebatan politik, yang sebenarnya kurang relevan.
- **Kehilangan Netralitas:** Institusi seni yang netral menjadi sulit dipertahankan, karena setiap tindakan atau pilihan bisa ditafsirkan sebagai pernyataan politik.
Meskipun artikel Vox tidak menyebutkan secara spesifik siapa saja yang dihormati di acara terakhir atau bagaimana tepatnya itu "melanjutkan balas dendam," poin utamanya adalah adanya persepsi dan narasi yang mengaitkan penghargaan seni bergengsi ini dengan ketegangan politik yang belum usai. Ini menunjukkan bahwa bahkan di panggung seni sekaliber Kennedy Center Honors, bayang-bayang politik masih sulit dihindari.
Jadi, Nontonyo Squad, bagaimana menurutmu? Haruskah seni berdiri terpisah dari politik, atau memang keduanya tak bisa dipisahkan di era sekarang? Yuk, diskusi di kolom komentar!
Sumber: Vox